Kamis, 24 November 2011

Etnobotani Tumbuhan Obat oleh Masyarakat Adat Kampung Dukuh, Garut, Jawa Barat


Penelitian dilakukan di kampung Dukuh, yang secara administratif termasuk dalam kawasan Desa Cijambe, Kecamatan Cikelet, Kabupaten Garut. Jarak kampung Dukuh dari pusat pemerintahan Kabupaten Garut sekitar 100 km. Ketinggian kampung Dukuh adalah sekitar 390 m di atas permukaan laut. Kampung Dukuh berada di tanah miring, di lereng Gunung Dukuh. Secara georafis kampung Dukuh terletak pada 7° - 8° LS dan 70 - 108° BT (Lubis, 2006).
Luas keseluruhan Kampung Dukuh adalah 10 hektar yang tediri dari 7 hektar bagian dari kampung Dukuh Landeuh, 1 hektar bagian dari kampung Dukuh Tonggoh dan sisanya merupakan lahan kosong atau lahan produksi. Di dalam kampung Dukuh juga terdapat area yang disebut dengan wilayah Karomah yang merupakan area pemakaman. Penduduk kampung Dukuh terdiri dari 108 kepala keluarga dengan 520 jumlah jiwa. Mata pencaharian penduduk kampung Dukuh adalah bertani, beternak ayam dan memelihara ikan.
Tokoh yang dipilih melalui metoda ini untuk diwawancarai adalah kuncen (kepala adat kampung Dukuh) dan paraji (dukun beranak). Dari observasi awal ini diketahui data-data calon informan untuk tahap selanjutnya yang layak diwawancarai berdasarkan rekomendasi kuncen dan paraji.
Penduduk kampung Dukuh mengklasifikasikan penyakit menjadi tiga jenis, yaitu penyakit biasa, penyakit karena magis dan penyakit karena makanan. Penyakit biasa adalah penyakit yang umum diderita oleh penduduk seperti demam, batuk, sakit badan dan sakit kepala yang timbul akibat perubahan cuaca atau kuman penyakit. Penyakit karena magis diyakini oleh penduduk timbul akibat pelanggaran tata cara hidup di alam seperti halnya penyakit gila, ayan atau lumpuh. Penyakit selanjutnya menurut penduduk kampung Dukuh disebabkan karena makanan yang tidak sehat.
Terdapat tiga bentuk pengobatan yang digunakan oleh penduduk untuk mengobati penyakit yaitu tatangkalan atau pengobatan dengan tumbuhan, obat warung, dan jampe. Untuk mengobati penyakit biasa, sebagian penduduk masih menggunakan tumbuhan obat walaupun sebagian sudah beralih pada penggunaan obat warung. Namun demikian penduduk masih mengetahui berbagai macam tumbuhan untuk pengobatan.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa penduduk kampung Dukuh mengenal 137 jenis tumbuhan obat dari 52 suku. Jenis tumbuhan terbanyak adalah dari suku Zingiberaceae (14 jenis) dan selanjutnya dari suku Poaceae (11 jenis), suku Asteraceae (6 jenis), suku Suku Euphorbiaceae (6 jenis) dan suku Solanaceae (6 jenis). Dari 137 jenis tumbuhan total yang digunakan untuk pengobatan, proporsi jumlah jenis tumbuhan terbesar dimanfaatkan untuk perawatan kesehatan ibu melahirkan yaitu sebanyak 41 jenis tumbuhan.
Sebagian besar pengobatan tradisional dengan tumbuhan di kampung Dukuh hanya menggunakan satu bagian dari suatu tumbuhan, misalnya bagian daunnya saja atau bagian umbinya saja, sedangkan bagian-bagian lain dari tumbuhan tersebut tidak digunakan. Contoh tumbuhan yang hanya dimanfaatkan satu bagian tersebut antara lain seperti Ageratum conyzoides L. (daun), Physalis angulata L. (daun), Kaempferia galanga L. (rimpang), Oryza
sativa L. (var.) formaglutinosa (buah) dan Alstonia scholaris (L.)R.Br. (batang). Walaupun demikian terdapat beberapa jenis tumbuhan yang hampir semua bagian dari tumbuhan tersebut dapat digunakan untuk pengobatan beberapa jenis penyakit. Tumbuhan-tumbuhan tersebut antara lain seperti Imperata cylindrica (Ness)C.E.Hubb. yang akar dan batangnya digunakan untuk mengobati penyakit-penyakit seperti kencing manis, maag, nyeri pinggang, sakit badan dan tonikum. Selain itu juga dikenal Carica papaya L. yang hampir semua bagian tumbuhan ini dapat digunakan mulai dari akar, daun, getah daun, batang, buah, bahkan biji untuk pengobatan penyakit-penyakit seperti hipotensi, malaria, perawatan setelah melahirkan, melancarkan ASI, sakit badan, sakit gigi, sakit kepala dan berkhasiat sebagai tonikum. Secara umum bentuk pengobatan di kampung Dukuh dapat dikategorikan menjadi 2 jenis yaitu jenis pengobatan luar dan jenis pengobatan dalam. Jenis-jenis penyakit dengan menggunakan pengobatan luar adalah seperti sakit kulit, sakit gigi, permasalahan telinga dan sakit mata. Pengobatan dalam adalah jenis pengobatan dengan memakan atau meminum olahan dari tumbuh-tumbuhan obat. Penyakit dengan pengobatan dalam ini antara lain seperti penyakit demam dan masalah pencernaan.
Di kampung Dukuh, seorang ibu hamil akan mendatangi paraji pada masa kehamilan empat bulan. Pada masa ini, paraji menyarankan ibu hamil untuk meminum ramuan penambah stamina seperti air parutan rimpang Curcuma domestica Vahl. yang dicampur dengan madu atau telur ayam kampung. Pada masa kehamilan tujuh bulan, ibu hamil mendatangi paraji secara berkala, karena pada masa ini paraji mulai melakukan pemijatan untuk memperbaiki posisi bayi dalam rahim. Sebelum melahirkan, pasien dianjurkan untuk meminum air rebusan Ceiba petandra (L.) Gaertn.yang berkhasiat melancarkan kelahiran. Paraji kemudian membalurkan minyak klentik serta Alium cepa L. dan Zingiber purpureum Roxb. yang telah ditumbuk ke perut pasien. Efeknya, pasien akan merasakan mulas sehingga proses kelahiran akan berlangsung lebih cepat. Satu hari setelah melahirkan, pasien diberi ramuan olahan paraji yang dikenal dengan sebutan ramuan opat puluh rupi yang terdiri dari 40 jenis tumbuhan yang telah dikeringkan dan ditumbuk halus. Ramuan ini diseduh dengan air hangat dan diminum oleh pasien sebanyak satu sendok tiga kali sehari. Tumbuhan penyusun ramuan opat puluh rupi terdiri dari berbagai jenis rimpang: Kaempferia galanga L, Zingiber officinale Roxb., Curcuma zedoaria (Berg.) Roscoe, Boesenbergia pandurata (Roxb.) Schlecht., dan Zingiber zerumbet (L.)J.E.Smith; berbagai jenis akar: Cocos nucifera L, Areca catechu L, Physalis angulata L., Stachytarpheta indica (L.) Vahl., Imperata cylindrica (Ness)C.E.Hubb. dan Arenga pinnata (Wurmb.) Merr; kulit batang: Alstonia scholaris (L.)R.Br.dan Allamanda cathartica L.; serta sejumlah jenis daun: Blumea balsamifera (L.)D.C., Dolichandrone spathecea (L.f.)K. Schum., Musaenda frondosa L., Erythrina subumbrans (Hassk.)Merr. dan Cymbopogon citratus (DC.)Stapf.. Pendarahan setelah melahirkan diatasi dengan meminum air rebusan Piperbetle dan Euphorbia hirta L. atau air bekas cucian ketan hideung Oryza sativa L. varformaglutinosa.
Ibu-ibu setelah melahirkan melakukan perawatan tubuh untuk menghindari infeksi dan merapatkan vagina dengan memanfaatkan abu bekas perapian tungku yang dibungkus daun Ricinus communis kemudian diduduki selagi hangat. Perawatan ini rutin dilakukan sampai 40 hari setelah melahirkan. Agar kulit perut kembali seperti semula, ibu melahirkan menggunakan ramuan rimpang Zingiber zerumbet (L.)J.E.Smith dan daun Eleusine indica Gaertn. Yang ditumbuk dengan kapur sirih. Ramuan ini kemudian dioleskan ke kulit perut secara teratur setiap hari. Para ibu di kampung Dukuh mengenal bakal buah (jantung) tumbuhan Musa paradisiaca L, bunga Rosa hibrida dan bunga Impatiens balsamina L. sebagai tumbuhan yang bermanfaat untuk kontrasepsi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar